Diponegoro : ksatria perang Jawa

Collection Location perpustakaan akmil
Edition
Call Number 908 KRE d
ISBN/ISSN 978-602-1634-01-1
Author(s) A. Kresna Adi
Subject(s) diponegoro
Classification 908
Series Title
GMD BUKU
Language Indonesia
Publisher mata padi pressindo
Publishing Year 2015
Publishing Place Yogyakarta
Collation viii, 132 halaman : ilustrasi ; 21 cm
Abstract/Notes Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung dari Hamengku Buwono III ( Sultan Raja ) dan Raden Ayu Mengkarwati (seorang selir). Beliau lahir pada tanggal 11 November 1785, atau dalam penanggalan Jawa Jumat Wage tanggal 8 Muharam tahun B dalam naungan Wuku Wayang. Pangeran Diponegoro atau yang pada saat itu dikenal dengan nama B.R.M. Ontowiryo, menghabiskan masa kanak-kanak di lingkungan Kraton. Namun, Setelah HB I wafat dan HB II diasingkan oleh Daenldles, Ratu Ageng memerintahkan agar R.A. Mengkarwati membaw anaknya ke Tegalrejo. Hal ini dikarenakan kehidupan Kraton sudah tidak kondusif. Ketika di Tegalrejo, Ia dibesarkan dan dididik layaknya seorang bangsawan, sekaligus seorang santri yang taat beragama dalam suasana pendidikan keislaman. Berkat didikan neneknya (Ratu Ageng), Diponegoro kecil tumbuh sebagai seorang muslim yang taat. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, Diponegoro mencontoh dan mengikti sifat Nabi. Setelah cukup dewasa, Pangeran Diponegoro mulai membangun rumah tangganya sendiri. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat mengenai jimlah istri beliau. Ada sumber yang menyebutkan beliau menikah dengan tujuh orang istri dan ada pla yang berpendapat beliau menikan dengan delapan orang wanita. Pangeran Diponegoro yang merupakan figur utama Peramg Jawa 1825-1830, ternyata memiliki kehidupan yang cukup menarik. Dalam kaitannya gdengan perang, orang melihat beliau sebagai sosok ksatria Jawa atau prajurit panglima perang yang pilih tanding. Disisi lain, Pangeran Diponegoro juga memiliki kemampuan berimajinasi dan kreativitas yang tinggi. Pangeran Diponegoro tidak bisa berbahasa Melayu dan Belanda dengan baik. Bila marah kepada pejabat Belanda, beliau cenderung berbahasa Jawa Ngoko. Pada tahun 1825-1830, Pangeran Diponegoro melakukan pemberontakan yang mengakibatkan Pemerintah Kolonial Belanda menjadi kalang kabut. Pemberontakan ini dilatar belakangi oleh sikap kesewenag –wenangan Belanda kepada para penghuni Kraton Yogyakarta serta masyarakat sekitar Kraton. Perlawanan Pangeran Diponegoro ini kemudian disebut sebagai Perang Jawa.
Specific Detail Info
Image
  Back To Previous