Ensiklopedi Presiden Republik Indonesia : Habibie
Collection Location | perpustakaan akmil |
Edition | |
Call Number | 920.3 ADE e |
ISBN/ISSN | 978-602-7874-96-1 |
Author(s) | Ade Makruf |
Subject(s) | Biografi |
Classification | 920.3 |
Series Title | GMD | BUKU |
Language | Indonesia |
Publisher | Ar-Ruzz Media |
Publishing Year | 2016 |
Publishing Place | Yogyakarta |
Collation | 228 halaman; 21 cm |
Abstract/Notes | Sebagaimana dengan Habibie, takdirlah yang membawa beliau menjadi Presiden Republik Indonesia ke-3 . Habibie tidak akan menjadi presiden atau berkesempatan menjadi presiden jika ia tidak mempunyai kualitas, kapasitas, dan kapabilitas seorang presiden. Sebelum maupun di saat menjadi presiden, berbagai rintangan dihadapi. Di ranah politik, Habibie mencapai puncak karier ketika ia menggantikan jabatan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Di saat itu rentetan peristiwa yang tidak mudah ia lalui di detik-detik peralihan kekuasaan tersebut. Ia menyaksikan banjir darah dan air mata rakyat yang menjadi tumbal “Revolusi Mei”. Ia berada di depan arena persaingan jenderal-jenderal yang mencari selamat dan merencanakan jabatan strategis di hari-hari akhir Soeharto. Ia bahkan mengalami langsung penyikapan Soeharto atas dirinya: dianggap tak layak menjadi presiden, diacuhkan di hari pelantikannya sebagai presiden, serta diabaikan ketika Soeharto melenggang keluar dari Istana Merdeka. Hingga Soeharto Wafat pada 2008, usaha Habibie untuk berkomunikasi dengan sang mantan presiden pun selalu gagal. Untuk ke-dua kalinya Habibie mengalami rasa ketidaknyamanan ketika Presiden BJ Habibie turun dari jabatannya setelah pidato pertanggungjawabnya ditolak Sidang Umum MPR 1999, ia memahami peristiwa miris itu sebagai ketidaksinkronan rasionalitas kepemimpinannya dengan tuntutan publik yang ingin segera terlepas dari krisis politik dan krisis ekonomi. Tentu saja ia juga menyadari kuatnya kepentingan partai-partai politik untuk menjegalnya di masa itu. Sikap optimis dan rasional yang dimilikinya selalu dipegangnya, Habibie bukan berarti tak pernah merasa terpuruk. Dalam beberapa hal ia merasa kesepian. Ia pernah dipandang sebelah mata oleh Soeharto. Ia sempat disingkirkan dari Golkar, partai yang dimasukinya sejak ia berpolitik. Tapi, rasa kesendiriannya yang paling ia rasakan adalah saat Ainun, sang istri, meninggal dunia. |
Specific Detail Info | |
Image | |
Back To Previous |